Pages

 

Sabtu, 06 Oktober 2012

Biografi I Gusti Ngurah Rai

0 komentar
Biografi Biodata dan Profil I Gusti Ngurah Rai Berikut adalah sepenggalan kisa mengenai biografi pahlawan Indonesia Biografi I Gusti Ngurah Rai Untuk mengenang jasa beliau sebagai pahlawan pembela bangsa berikut cerita Biodata I Gusti Ngurah Rai


Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 – meninggal di Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali.

Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama "Ciung Wenara" melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali)

Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990).

Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.




I Gusti Ngurah Rai adalah pahlawan nasional asal Pulau Dewata (Bali) yang gugur dalam pertempuran sengit melawan Belanda di Tabanan Bali. Pertempuran tersebut terkenal dengan istilah Puputan Margarana. Beliau lahir di Carang sari Kabupaten Badung 30 Januari 1917 dan wafat 20 November 1946 kemudian dimakamkan di Candi Marga tabanan Bali.

Ayahnya bernama I Gusti Ngurah Palung yang berprofesi sebagai manca (jabatan setingkat camat). Setelah menamatkan pendidikannya di HIS Denpasar dan MULO di Malang, tahun 1936 beliau melanjutkan pendidikan di Sekolah Kader Militer di Gianyar Bali. Selanjutnya mengikuti pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang. Pada masa pendudukan Jepang, Ngurah Rai bekerja sebagai intel sekutu di daerah Bali dan Lombok.

Setelah Indonesia Merdeka pemerintah Indonesia I Gusti Ngurah Rai membentuk TKR Sunda Kecildan beliau menjadi komandannya dengan pangkat Letnal Kolonel. Ngurah Rai kemudian pergi ke Yogyakarta untuk konsolidasi dan mendapatkan petunjuk dari pimpinan TKR. Sekembalinya dari Yogyakarta, Bali ternyata sudah dikuasai Belanda.
I Gusti Ngurah Rai kemudian membentuk kembali pasukannya yang telah tercerai beraidan memberi nama pasukannya Ciung Wanara. Setelah itu mereka melakukan penyergapan terhadap kedudukan Belanda di Desa Marga Tabanan Bali. Belanda kemudian melancarkan serangan besar-besaran lewat darat dan udara. Ngurah Rai kemudian meminta pasukannya untuk perang puputan (habis-habisan). Ia gugur bersama seluruh anggota pasukannya di sebelah timur laut tabanan (Bali Selatan). Perang tersebut terkenal dengan sebutan Puputan Margarana. Untuk menghormati jasanya, Pemerintah RI memberikan gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI no 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus 1975. 
sumber referensi : disini
Read more...

Biografi Alexander Andries Maramis

0 komentar
alexander andries maramis

Silahkan disimak mengenai Biografi Pahlawan Republik Indonesia untuk mengenang jasa pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia Kita tercinta Ini. silahkan Lihat Biografi AA Maramis Pahlawan asli Manado

Mr. Alexander Andries Maramis (lahir di Manado, Sulawesi Utara, Hindia Belanda tahun 1897 – meninggal di Indonesia tahun 1977; usia 79/80 tahun) adalah anggota KNIP, anggota BPUPKI dan Menteri Keuangan pertama Republik Indonesia dan merupakan orang yang menandatangani Oeang Republik Indonesia pada tahun 1945. Adik kandung Maria Walanda Maramis ini menyelesaikan pendidikannya dalam bidang hukum pada tahun 1924 di Belanda.

Pada waktu Agresi Militer Belanda II, AA Maramis berada di New Delhi, India dan ditugasi untuk memimpin Pemerintah RI dalam pengasingan. Ia kemudian menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Darurat yang diketuai oleh Sjafruddin Prawiranegara.

                         A.A. Maramis (Alexander Andreis Maramis)

Ketika dilahirkan pada tahun 1897, tidak ada seorang pun yang berani menduga bahwa anak itu kelak akan menjadi tokoh yang disegani dan disenangi. Secara diam-diam ia tumbuh di besarkan di tengah-tengah keluarga petani yang kebetulan memiliki kemampuan ekonomi di atas rata-rata petani Minahasa pada zaman itu. Ia memperoleh perlakuan kasih saying dari kedua orang tuanya. Begitu halnya dengan saudara saudaranya.
Setelah cukup usianya maka ia disekolahkan seperti anak-anak lain pada umumnya. Sementara menuntut ilmu di ELS dimana diajarkan bahasa Belanda, ibunya meninggal dunia. Ia merasa sangat kehilangan dengan meninggalnya ibunya yang amat dicintainya. Ayahnya kemudian kawin lagi. Kota Jakarta memiliki arti teersendiri untuknya, disamping Manado. Di sana ia harus tinggal dan bergaul di rumah keluarga Belanda, selain harus menuntut ilmu dan mengikat persahabatan dengan kawan-kawan sekolahnya di HBS. Ia mulai mengerti mengapa ia harus belajar bahasa dan kebudayaan Belanda.
Kegunaan praktis bahasa dan kebudayaan Belanda dan wawasan kenasionalan yang baru dan mulai melembaga, telah menempa jiwanya Alex Maramis yang sedang beranjak dewasa. Setelah lulus HBS, maka bertiga dengan Ahmad Soubardjo dan Datuk Pamanjuntak dari Sumatra Barat, mereka pergi ke negeri Belanda untuk menuntut ilmu. Tapi di negeri Belanda situasinya berbeda dengan di Jakarta, apalagi Manado. Udara kebebasan yang mereka hirup di Eropa sama sekali tidak pernah mereka alami di Indonesia. Para mahasiswa kita mulai bergerak kea rah persatuan dan kesatuan diman Alex Maramis berada di tengah-tengah arus yang sedang membanjir itu. Indische Vereninging yang mereka bentuk sejak 1908 di ganti atas persetujuan bersama menjadi Perhimpunan Indonesia. Kebanggaan identitas Indonesia telah berkecambah dan mulai menguasai alam pikirannya.
Sebagai seorang sarjana hukum, Alex Maramis kembali ke Indonesia pada tahun 1924. Sebenarnya dapat bekerja untuk kepentingan colonial, tetapa hal itu tidak dilakukukannya. Satu-satunya cara adalh bekerja sebagai Advokat dan pengacara di mana ia dapat langsung mendengar keluhan-keluhan rakyat tertindas., sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya. Namun masa lalu telah membuat Alex Maramis siap untuk mencintai dan di cintai seorang janda muda keturunan Belanda: Elizabet Marei Diena Veldhoedt. Kedunya sepakat untuk menikah pada tahun 1928, dua tahun setelah Alex Maramis pindah ke Palembang. Sekarang ia mempunyai seorang anak tiri yang dibwaw masuk istrinya ke lingkungan keluarga mereka. Sebagai awal tanda kasihnya terhadap anak itu, ia menamakannya Lexy Maramis.
Sejalan dengan  keanggotannya dalam Perhimpunan Indonesia, maka ketika PNI di bentuk tahun 1927, ia masuk menjadi  anggota. Ketika para pimpinan partai itu di tangkap dimana-mana, ia sedang di Palembang dan terhindar dari tindakan pemerintah colonial pada waktu itu. Sejak masih di negeri Belanda, ia sudah  berkata kepada teman-teman seperjuangannya dalm Perhimpunan Indonesia bahwa perjuangan tidak hanya membutuhkan perjuangan yang matang dan sasaran yang jelas. Di lain pihak, perjuangan membutuhkan pula kesiapan dana untuk menunjang perjuangan itu sendiri, suatu hal yang tidak dilakukan oleh PNI. Hal ini nyata dengan diangkatnya Alex Maramis dalam tiga masa jabatan sebagai Menteri Keuangan dimasa revolusi diman perjuangan nasional sangat membutuhkan dukungan dana. Pada masa itu, ia ikut mendirikan KRIS dan mengantar penyelundupan emas dan opium ke luar negeri setelah berhasil menembus blikade musuh.
Dalam beberapa situasi yang kritis dan menentukan, ia selalu tampil ke depan. Ia ikut menandatangani Piagam Jakarta. Sebagai Menteri keuangan, ia mengambil alih jabatan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri agar PDRI dapat berfungsi melanjutkan perjuangan pada masa itu. Kejujuran dan hasil perjuangannya selam menjabat Menteri keuangan, di lengkapi pahit getir yang di kecapnya. Antar lain sebagai Duta Istimewa dengan kuasa penuh untuk memeriksa administrasi keuangan dan dan personil di perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri. Jabatannya sebagai Penasehat Delegasi ke perundingan KMB di negeri Belanda. Aknirnya menjadi Duta Besar di berbagai Negara. Ke semua jabatan itu menuntut pengabdian yang tinggi dan jiwa besar seorang pemimpin seperti Alex Maramis ini.
Selama itu ia tetap menjadi seorang suami yang di kasihi, seorang ayah tiri yang bijaksana, dan seorang anggota keluarga Maramis yang paling menyenangkan. Penuh disiplin pribadi, jujur dalam nerbagai jabatan, Diplomat yang pandai dan tahu harga diri nasional. Tepatlah ia apabila orang menilainya “Sepi Ing Pmrih, Rame Ing Gawe”. Tidak pernah ia menuntut jasa atau mengih janji. Alex Maramis, tokoh yang pernah memegang berbagai jabatan menteri dan duta besar, puluhan tahun lamanya hidupmiskin beserta keluarganya, jauh dari tanah air. Dan pada tahun 1977, ia di pianggil pulang ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Sempurnalah sudah kehadirannya di dunia ini.
sumber referensi : disini
Read more...

Biografi Pangeran Diponegoro

0 komentar
Biografi Biodata dan Profil . Blog tempatnya mengenal Tokoh dan Orang terkenal Di dunia. untuk menambah Ilmu pengetahuan kita juga memotivasi diri untuk mengambil sisi Positive dari seorang pangeran diponegoro biografi Tokoh dunia

Pastinya Kita sudah tidak asing lagi dengan Pahlawan yang satu ini Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) Makamnya berada di Makassar. 

Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo.

NAHHH berikut adalah sepenggal kisah Hidup sang pangeran Diponegoro

Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.

Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.

Untuk riwayat perjuangan Diponegoro silahkan disimak semoga menjadi Inspirasi baru buat anda sekalian belajar sejarah tentang pahlawan diponegoro

Riwayat perjuangan Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.

Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830. 

Penangkapan dan pengasingan
16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.

28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.

11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch. 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado. tanggal 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.

1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. pada tanggal 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar. Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen.


Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu Citrowati Puteri Bupati Madiun Raden Ronggo. Raden Ayu Citrowati adalah saudara satu ayah lain ibu dengan Sentot Prawiro Dirjo. Nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo snediri telah masuk dalam daftar silsilah yang dikeluarkan oleh Tepas Darah Dalem Keraton Yogyakarta.

Perjuangan Ki Sodewo untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan.

Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran.

Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi. Dengan restu para sesepuh dan dimotori oleh keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Roni Muryanto, Keturunan Ki Sodewo membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah Sodewo. Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 17 putra dan 5 orang putri, yang semuanya kini hidup tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa, Sulawesi & Maluku.


Latar Belakang Perang Diponegoro
Perang Diponegoro (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog), adalah perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia), antara pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock[1] melawan penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran Yogyakarta bernama Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini telah berjatuhan korban yang tidak sedikit. Baik korban harta maupun jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Belanda, korban tewas berjumlah 8.000.

Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa. Setelah kekalahannya dalam Perang Napoleon di Eropa, pemerintah Belanda yang berada dalam kesulitan ekonomi berusaha menutup kekosongan kas mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah jajahannya, termasuk di Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan monopoli usaha dan perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak dan praktek monopoli tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang ketika itu sudah sangat menderita.

Untuk semakin memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai berusaha menguasai kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, salah satu di antaranya adalah Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat, kemenakannya, Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, diangkat menjadi penguasa. Akan tetapi pada prakteknya, pemerintahan kerajaan dilaksanakan oleh Patih Danuredjo, seseorang yang mudah dipengaruhi dan tunduk kepada Belanda. Belanda dianggap mengangkat seseorang yang tidak sesuai dengan pilihan/adat keraton.

Pada pertengahan bulan Mei 1825, pemerintah Belanda yang awalnya memerintahkan pembangunan jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat Muntilan, mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Beliau kemudian memerintahkan bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut.

Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung kediaman beliau. Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Sementara itu, Belanda —yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro— membakar habis kediaman Pangeran.

Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya. Pangeran menempati goa sebelah Barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan beliau. Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.

Setelah penyerangan itu, dimulailah sebuah perang besar yang akan berlangsung 5 tahun lamanya. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati“; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai Maja yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. 
sumber referensi : disini
Read more...

Biografi Untung Suropati

0 komentar
Biografi Biodata dan Profil Untung Suropati - apa anda belum mengenalnya dia adalah sosok pahlawan yang menurut saya kisahnya menarik untuk di simak, Untung suropati semula adalah budak belian dari bali. Karena ada persoalan asmara dengan putri majikanya yang bernama Suzanne, ia kemudian melarikan diri ke Batavia dan menjadi perampok untuk menyambung hidup. Korbannya adalah orang-orang Belanda. Karena kesulitan menghadapi Untung, Belanda kemudian mengajak bekerjasama. Untung kemudian di didik kemiliteran dan diangkat sebagai tentara dengan pangkat letnan.

NAHHH bagaimana kisah selanjutnya silahkan dilanjutkan semoga bermanfaat dan sedikit memberi motivasi hidup untuk berjuang abagi kita semua terima kasih

Untung suropati kemudian ditugaskan untuk menangkap Pangeran Purba, putra Sultan Ageng dari Banten yang melarikan diri ke Priangan. Tugas tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Saat melakukan serah terima tawanan, ada seorang letnam Belanda yang bernama Kuffeler melontarkan penghinaan terhadap Untung di muka umum. Untung Suropati marah, kemudian membunuh letnam Belanda tersebut beserta separuh anak buahnya. Ia kemudian melarikan diri dan kembali ke pekerjaan lamanya serta memerangi belanda. Pada sebuah pertempuran di Kertasura, Untung Suropati berhasil membunuh Kapten Tack beserta 70 orang anak buahnya. Peristiwa terbunuhnya pasukan Belanda tersebut terjadi pada tanggal 8 Februari 1686.

Untung suropati pernah bekerjasama dengan Amangkurat 2 dari mataram. Dengan persetujuan Raja Mataram tersebut, ia kemudian membentuk kerajaan sendiri di pasuran. Untung kemudian memakai gelar Adipati Ariawiranegara.

Pertempuran terakhir Untung Suropati dengan Belanda terjadi sewaktu dia mempertahankan daerah Bangil. Pada pertempuran tersebut, Untung mengalami luka-luka berat dan akhirnya gugur pada tanggal 5 Desember 1706.

Untuk menghormati jasa-jasa Untung Suropati, berdasarkan Surat keputusan Presiden RI No. 106/TK/1975, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Kepadanya.
sumer referensi : disini
Read more...

Biografi Muhammad Yamin

0 komentar
Mr. Prof. Muhammad Yamin, SH (lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 ) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Talawi, Sawahlunto Beliau merupakan salah satu perintis puisi modern di Indonesia, serta juga 'pencipta mitos' yang utama kepada Presiden Sukarno. Ia menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu Rahadijan Yamin. Ia meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta. Di zaman penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda.

Biodata Muhammad Yamin

Karya-karya pertamanya ditulis dalam bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa Belanda, pada tahun 1920. Karya-karyanya yang awal masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.

Pada tahun 1922, Yamin muncul buat pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air ; maksud "tanah air"-nya ialah Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu yang pertama yang pernah diterbitkan. Sitti Nurbaya, novel modern pertama dalam bahasa Melayu juga muncul pada tahun yang sama, tetapi ditulis oleh Marah Rusli yang juga merupakan seorang Minangkabau. Karya-karya Rusli mengalami masa kepopuleran selama sepuluh tahun .

Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini amat penting dari segi sejarah karena pada waktu itulah, Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa muncul juga pada tahun yang sama. Antara akhir dekade 1920-an sehingga tahun 1933, Roestam Effendi, Sanusi Pane, dan Sutan Takdir Alisjahbana merupakan pionir-pionir utama bahasa Melayu-Indonesia dan kesusasteraannya.

Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, dia masih lebih menepati norma-norma klasik bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah dan puisi yang lain, serta juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.
[sunting] Politik

Pada tahun 1932, Yamin memperoleh ijazahnya dalam bidang hukum di Jakarta. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta sehingga tahun 1942. Karier politiknya dimulai dan beliau giat dalam gerakan-gerakan nasionalis. Pada tahun 1928, Kongres Pemuda II menetapkan bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Melayu, sebagai bahasa gerakan nasionalis Indonesia. Melalui pertubuhan Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya bahasa Indonesia dijadikan asas untuk sebuah bahasa kebangsaan. Oleh itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta alat utama dalam kesusasteraan inovatif.

Semasa pendudukan Jepang antara tahun 1942 dan 1945, Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, beliau mencadangkan bahwa sebuah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) diasaskan serta juga bahwa negara yang baru mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta juga kesemua wilayah Hindia Belanda. Sukarno yang juga merupakan anggota BPUPK menyokong Yamin. Sukarno menjadi presiden Republik Indonesia yang pertama pada tahun 1945, dan Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.

Yamin meninggal dunia di Jakarta dan dikebumikan di Talawi, sebuah kota kecamatan yang terletak 20 kilometer dari ibu kota Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat.
sumber refernsi : disini
Read more...

Jumat, 05 Oktober 2012

Biografi Yos Sudarso

0 komentar

Biografi Biodata dan Profil Yos Sudarso Pahlawan nasional  Sekedar share untuk menambah Ilmu pengetahuan Kita mengenai siapa saja
Read more...

Biografi Gatot Subroto

0 komentar
Biografi Biodata dan Profil Gatot Subroto. Blog tempatnya mengenal Tokoh dan Orang terkenal Di dunia. untuk menambah Ilmu pengetahuan kita juga memotivasi diri untuk mengambil sisi Positive dari seorang Gatot Subroto, Mungkin sebagian dari kita sering menyebut namanya dinamakan sebuah jalan, dan belum tahu siapah dia berikut Mengenai Biodata Gatot Subroto

Semasa kecil, Gatot Subroto dikenal sebagai anak pemberani dan sering berkelahi dengan anak-anak Belanda yang menghina anak-anak pribumi. Pada tahun 1923, Gatot Subroto mengikuti pendidikan militer dan menjadi KNIL (Tentara Hindia Belanda), Gatot Subroto selalu membela rakyat kecil dan menyumbangkan sebagian gajinya untuk membantu mereka.
Read more...

Biografi K.H. Abdul Halim

0 komentar
Biografi Biodata dan Profil K.H. Abdul Halim Blog tempatnya mengenal Tokoh dan Orang terkenal Di dunia. untuk menambah Ilmu pengetahuan kita juga memotivasi diri untuk mengambil sisi Positive dari seorang K.H. Abdul Halim Pahlawan Indonesia
Read more...

Biografi Bung Tomo

0 komentar
Biografi Bung Tomo Blog tempatnya mengenal Tokoh dan Orang terkenal Pahlawan bangsa Indonesia. untuk menambah Ilmu pengetahuan kita juga memotivasi diri untuk mengambil sisi Positive dari seorang Tokoh dunia
Read more...

Biografi Ismail Marzuki

0 komentar
Ismail Marzuki Biografi Biodata dan Profil Ismail Marzuki Berjuang lewat karya musik dengan karyanya untuk tanah air Indonesia, untuk lebih mengenal dan tahu iapa itu Ismail Marzuki berikut adalah biodatanya semoga bermanfaat dan berkenan menambah ilmu pengetahuan Tentang Biografi pahlawan Indonesia dan untuk megenal jasanya berdoa semoga tuhan menerima amal baik dan menempatkannya di sisinya.

Biografi Ismail Marzuki

Ismail Marzuki adalah sastrawan dan budayawan terkemuka Indonesia, sekaligus komposer besar Indonesia. Untuk menghormati jasa dan karyanya pemerintah mendirikan pusat kebudayaan dan sastra di Salemba Jakarta Pusat yang diberi nama Taman Ismail Marzuki. Pada tahun 2004 dia dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden berdasarkan SK No 089/TK/tahun 2004. Ismail Marzuki adalah putra Betawi asli dengan panggilan akrab Maing. Ia menjadi maestro musik dan berpredikat sebagai komponis pejuang legendaris. Lagu-lagu ciptaannya terkenal dan mampu menggugah semangat juang dan jiwa nasionalisme Indonesia.
Nama


Ismail Marzuki
Tanggal lahir 11 Mei 1914
Tempat lahir Kwitang, Senen Jakarta Pusat
Wafat Jakarta Makam Jakarta

Lagu-lagu ciptaan

Aryati, Gugur Bunga, Melati di Tapal Batas (1947),Wanita,Rayuan Pulau Kelapa,Sepasang Mata Bola (1946),Bandung Selatan di Waktu Malam (1948),O Sarinah (1931),Keroncong Serenata,Kasim Baba,Bandaneira,Lenggang Bandung,Sampul Surat,Karangan Bunga dari Selatan,Selamat Datang Pahlawan Muda (1949),Juwita Malam,Sabda Alam,Roselani,Rindu Malam,Indonesia Pusaka, Halo, Halo Bandung


Ismail Marzuki mulai mencipta lagu mulai tahun 1931 dengan lagu pertama berjudul O Sarinah yang menggambarkan suatu kehidupan sebuah bangsa yang tertindas. Setelah itu sekitar 250 lagu berhasil ia ciptakan dalam kurun waktu tahun 1930-1950. Lagu-lagunya memiliki bermacam-macam tema dan aliran musik. Puluhan lagu Ismail Marzuki dirilis ulang oleh artis-artis top hingga kini. Ismail Marzuki terkenal keahliannya membuat lirik lagu yang sederhana namun mempunyai syair yang kuat dan melodius serta tidak lekang oleh waktu. Gelar maestro musik Indonesia pantas disandangnya. 
sumber referensi : disini
Read more...

Biografi Adam Malik

0 komentar

Adam Malik Biografi Biodata dan Profil Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain ia pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga.



Adam Malik yang dijuluki ''si kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil ia gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya memimpin toko 'Murah', di seberang bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan barunya itu, ia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya pengetahuan dan wawasannya.

Nama : Adam Malik
Lahir:
Pematang Siantar, 22 Juli 1917 - Jakarta, 5 September 1984
Istri:
Nelly
Anak:
Lima Orang
Pendidikan:
- Sekolah dasar
- Sekolah agama
- Otodidak
Penghargaan:
- Bintang Mahaputera Kelas IV
- Bintang Republik Indonesia Adhi Pradhana II
- Bintang Satya Lencana
Organisasi dan Karir:
- Ketua Partai Indonesia di Pematang Siantar dan Medan, (1934-1937)
- Mendirikan Kantor Berita Antara di Jakarta, (13 Desember 1937)
- Anggota Eksekutif Partai Gerindo, (1940-1941)
- Anggota Gerakan Pemuda untuk persiapan kemerdekaan di Jakarta, (1945)
- Anggota Badan Persatuan Perjoangan di Yogyakarta, (1945-1946)
- Deputi dan Badan Eksekutif Harian Komite Nasional Indonesia Pusat, (1945-1947)
- Mendirikan Partai Rakyat, (1946)
- Mendirikan Partai Murba, (1948-1956)
- Dipilih menjadi Anggota DPR, (1956)
- Anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara, (1959)
- Duta Besar Luar Biasa Indonesia untuk Uni Soviet dan Polandia, (28 November 1959)
- Delegasi RI untuk Perundingan Indonesia dengan Belanda Masalah Irian Jaya di Washington AS, (Maret 1962)
- Delegasi RI untuk Perundingan Indonesia dengan Belanda Masalah Irian Jaya di Middleburg AS, (September 1962)
- Anggota Dewan Eksekutif Kantor Berita Antara, (September 1962)
- Menteri Perdagangan di Kabinet Kerja, (13 November 1962)
- Menteri Koordinator Ekonomi, (31 Maret 1965)
- Menteri Luar Negeri ad interim, (18 Maret 1966)
- Menteri Politik dan Sosial/Menteri Luar Negeri, (27 Maret 1966)
- Menteri Luar Negeri Kabinet Ampera, (11 Oktober 1967)
- Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan, (6 Juni 1968)
- United Nations General Assembly New York, (21 September 1971)
- Anggota Independent Commission on International Development Issues (ICIDI), (Oktober 1967) - Ketua MPR DPR, (Oktober 1977-Maret 1978)
- Wakil Presiden RI, (23 Maret 1978)

Adam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar. Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.

Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.

Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta.

Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.

Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.

Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masanya

semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.

Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.
sumber refernsi : disini
Read more...

Biografi Cut Nyak Dien

0 komentar


Cut Nyak Dhien, Biografi, Pahlawan NasionalBiografi Cut Nyak Dien Biodata dan Profil Cut Nyak Dien Blog tempatnya mengenal Tokoh dan Orang terkenal Di dunia. untuk menambah Ilmu pengetahuan kita juga memotivasi diri untuk mengambil sisi Positive dari Pahlawan Indonesia Cut Nyak Dien, lalau bagaimana kah perjalanan beliau dalam memperjuangkan bangasa indonesia dan apa yang dia lakukan untuk indonesia nahhh untuk lebih dekat mengenalnya maka mari kita lebih dekat untuk mengenal Cut Nyak Dien sebagai pahlawan nasional Indonesia


Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848, seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh, Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.

Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orang tuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Cut Nyak Dhien yang melihat hal ini berteriak:

"Lihatlah wahai orang-orang Aceh!! Tempat ibadat kita dirusak!! Mereka telah mencorengkan nama Allah! Sampai kapan kita begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda?"

Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873.

J.B. van Heutsz sedang memperhatikan pasukannya dalam penyerangan di Perang Aceh
Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.

Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.


Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri" kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya. Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.

Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar). Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan. Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya. Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas.

Unit "Maréchaussée" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose". Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.

Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:

“ Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid”

Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulitnya memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.

Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Cut Nyak Dhien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Dhien dipindah ke Sumedang berdasari orang terakhir yang melindungi Dien sampai kematiannya. Namun, Cut Nyak Dhien memiliki penyakit rabun, sehingga ia tertangkap. Dhien berusaha mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh. Sayangnya, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda. Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.


Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.

Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan. Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu". Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964
sumber referensi : disini
Read more...